harianbekasi.com – Keterbatasan akses dan kecepatan internet di berbagai wilayah Indonesia mengakibatkan terjadinya kesenjangan digital antar kota dengan desa, jawa dan luar jawa, dan wilayah Indonesia barat dengan wilayah Indonesia timur yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik.
Freddy Tulung selaku Praktisi Bidang Kehumasan dan Komunikasi Publik memprediksi bahwa Politisasi isu-isu identitas masih akan menjadi narasi dominan dalam diskursus Pemilu 2024.
Minimnya kampanye programatik membuat politisasi isu identitas menjadi pilihan strategi efektif mendulang suara pemilih.
“Politik identitas pada tahun pemilu yang sering terjadi adalah maraknya penyebaran berita bohong (hoax) maupun ujaran kebencian,” kata Freddy selaku narasumber pada Seminar Merajut Nusantara yang diselenggarakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo RI dengan tema ‘Mewaspadai Hoax dan Ujaran Kebencian di Tahun Politik’ secara virtual. Jakarta (09/05/2023).
Parahnya, timses seringkali mengkapitalisasi berbagai isu identitas (isu agama) untuk meraih suara pemilih, menyerang kubu lawan, membingkai isu, ataupun menggiring opini publik.
Dukungan buzzer dan konsultan politik, isu-isu politik identitas dibingkai, amplifikasi, dan disebarluaskan di berbagai platform media sosial.
“Berdasarkan kualifikasi usia, milenial dan generasi Z merupakan usia yang paling sering mengalami tindak cyberbullying,” ujar Freddy.
Berdasarkan hasil riset U-Report Indonesia, 71% kekerasan digital terjadi di media sosial, pengguna internet semakin banyak, namun penanganan kasus kriminal dan sosialisasi mengenai kasus dunia maya ini masih kurang efektif, serta rendahnya kesadaran akan bahaya cyberbullying.
“Pemerintah dan anak muda adalah dua subjek yang paling berpengaruh untuk menurunkan tingkat kriminalitas dalam dunia digital.
Oleh karena itu perlunya dilakukan sosialisasi penanaman bahaya jejak digital bagi setiap kalangan dan termasuk Generasi Z,” sebut Praktisi Bidang Kehumasan dan Komunikasi Publik.
Sementara itu, Pengamat Digital Sulawesi Utara, Ibu Oratna Wati Br Singarimbun mengatakan bahwa banyak masyarakat daerah kurang memiliki kemampuan untuk membedakan antara berita benar dan berita bohong (hoax).
Menurutnya, berita bohong atau hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan.
“Tahun 2024 kita akan menghadapi tahun politik, fenomena politik di Indonesia selalu cenderung tidak stabil,” kata Oratna.
Sebuah proses dari kinerja politik di Indonesia seringkali menjadi sorotan dan sehingga banyak yang saling pengaruh mempengaruhi mengenai opininya terhadap kondisi politik saat ini, terlebih ketika tahun politik itu hadir.
“Generasi milenial diharapkan menjadi partisipasi aktif dalam pemilihan umum dan mau untuk turut mengedukasi masyarakat untuk bisa menghindari hoax dan ujaran kebencian yang marak terjadi pada tahun politik,” harap Oratna.
Sementara itu narasumber terakhir, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M selaku Anggota Komisi I DPR RI mengatakan bahwa mendekati tahun politik berbagai macam berita hoax dan ujaran kebencian di era digital ini tidak mungkin kita hindari.
Menurutnya, dapat dipastikan bahwa hampir setiap sesi pergolakan politik pasti ada ujaran kebencian yang disebarkan hanya melalui jentikan jari saja.
“Pada tahun politik ada banyak oknum berkepentingan yang berusaha untuk mendiskreditkan atau merusak reputasi lawan calegnya atau bahkan menutupi reputasi buruk calegnya dan menggantinya dengan informasi yang baik,” kata Hillary.
Setiap informasi yang diterima publik melalui media sosial atau melalui media konvensional pasti akan dapat mengubah opini publik.
Kemudian opini publik tersebut dapat mempengaruhi keputusan politik yang diambil oleh masyarakat, sehingga akan berpengaruh kepada nasib bangsa dan negara kita mendekati tahun politik.
“Meskipun berita hoax dan ujaran kebencian sering sekali terjadi pada tahun pemilu, bahkan menjadi hal yang lumrah terjadi, namun hal ini tidak bisa kita biarkan membudaya di negeri ini,” ujar politisi fraksi NasDem.
Pada akhir pemaparannya Hillary berharap warga negara Indonesia, khususnya masyarakat Sulawesi Utara dapat melihat fenomena tersebut menjadi suatu peringatan untuk selalu berhati-hati pada liarnya opini yang dibuat oleh oknum yang berkepentingan menjelang tahun politik.