Harianbekasi.com – Masyarakat abad ini merupakan komune modern serba kompleks. Tak sedikit berperilaku menyimpang; social deviance. Mengidap gangguan perilaku dan sikap antisosial (sosiopat).
Kondisi seperti ini antara lain dampak negatif kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi, yang telah memunculkan banyak masalah sosial.
Determinasi inilah yang digambarkan sineas muda Dina Subono dalam film pendek berjudul ‘Cintanya Cinta Raga’ yang disutradarainya.
Dina Subono memulai hikayat filmnya dari sebuah enigma besar; apa akibat jika tidak ada rasa sayang di keluarga?
Film ini ingin mengingatkan bahwa kepedulian, cinta, dan kasih sayang dari keluarga maupun lingkungan sosial sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan mental seseorang.
“Orang-orang yang kurang kasih sayang secara perlahan akan memiliki alexithymia. Satu kondisi yang mengganggu kemampuan mengekspresikan emosi. Bahkan bisa menjadi penyimpangan sosial,” ujar Dina Subono kepada wartawan, saat ditemui di lokasi shooting film pendek ‘Cintanya Cinta Raga’ di Komplek TNI-AL Kebon Pala Jakarta Timur, Minggu (19/03/2023).
Film ‘Cintanya Cinta Raga’ merupakan nukilan kedua selepas film pendek yang disutradarainya bertajuk “Tiga Mata” masuk dalam jajaran The Top 60 Finalists Indonesian Short Film Festival (ISFF) SCTV 2016.
Film bagi Dina pengekspresian momen estetis. Sarana kreatif menuangkan ide dengan segala bentuk visualisasinya.
“Di saat film besar (bioskop) kurang leluasa menampung gagasan, maka film pendek menjadi alternatif. Melalui film pendek kita tidak dibatasi oleh skema industri yang cenderung berorientasi pasar (dagang),” ujar putri almarhum Kepala Staf TNI Angkatan Laut Ke-7, Laksamana TNI (Purn.) Ricardus Subono ini.
Film ‘Cintanya Cinta Raga’ ceritanya ditulis Dina Subono, sekaligus bertindak sebagai Sutradara, Penyunting Gambar dan Produser. Penata Sinematografi Yudho Budhi Laksono, Produser Eksekutif Ramacanaa, Co Produser Chepyboy, dan Koordinator Pemain Rhena.
Sejumlah pemeran yang terlibat dalam film ini antara lain; Halilintar Saragih, Dinda Arinie, Ramacanaa, Maghy Ari, Akbar Arab, Felix Halim, Marlina Eva Marpaung, Arivan Yoga dan Febriansa.
“Mereka para sineas, aktor dan aktris profesional yang juga banyak terlibat produksi, serta membintangi beberapa film dan sinetron,” jelas sutradara yang juga konsultan hukum ini.
Perkembangan teknologi, lanjut Dina, melahirkan platform OTT (over the top) atau _ VOD (video on demand yang memberi peluang untuk mendistribusikan film pendek yang selama ini ruang distribusinya terbatas.
Kehadiran platform tersebut menjadi medium baru bagi insan perfilman tanah air, termasuk film pendek. Film-film ini semakin dikenal publik, tidak hanya beranjak dari satu festival ke festival lainnya.
“Film pendek memiliki kesempatan dan masa depan luas, terutama untuk masuk di OTT yang bisa diakses hingga mancanegara. Itu sebabnya film ini memakai bahasa Inggris, selain karena ingin nuansa yang berbeda,” ujar Dina optimis.
Dina Subono bukan orang baru di industri perfilman tanah air. Sebelum terjun sebagai sutradara, penyandang gelar akademik S2 Magister Kenotariatan lulusan Universitas Pancasila Jakarta ini, mengawali karirnya sebagai pemain film dan sinetron.
Ia juga seorang Produser Film Pendek dan Disc Jockey (DJ). Salah satu film yang pernah dibintanginya adalah film layar lebar ’Ayu Anak Titipan Surga’ produksi tahun 2015. Dina berperan sebagai Bu Susi dalam film tersebut.
Selain Dina Subono, satu lagi sineas muda yang juga multi peran terlibat di produksi film ini adalah Ramacanaa. Tidak hanya menjadi pemeran, melainkan juga bertindak sebagai Produser Eksekutif.
Ramacanaa mengatakan, idealnya sebuah industri seharusnya memberikan ruang seluas mungkin kepada sineas. Entah itu sineas mainstream (industri) atau para sineas indie (sidestream) yang kerap terabaikan oleh industri besar perfilman tanah air.
“Padahal sineas kita punya potensi ikut mengembangkan perfilman negeri ini. Apalagi banyak potensi yang bisa dikembangkan dalam industri perfilman di Indonesia,” ujar mahasiswa bidang studi Hukum yang juga seorang Disc Jockey (DJ) dan Produser Musik Elektronik ini.
Sudah seharusnya, kata Ramacanaa, seluruh stage holder, dan pemangku kepentingan industri film di Indonesia ikut mendukung pergerakan sineas indie yang serius menggarap film sebagai konten kearifan lokal.
Indonesia punya cerita rakyat yang tak kalah seru dengan dongeng mancanegara. Potensi ini dapat tumbuh melalui pergerakan dan produksi film indie.
“Harusnya para pemangku kepentingan di industri film dan pemerintah ikut mendukung potensi ini melalui subsidi silang. Sebagaimana Hollywood selalu mempropagandakan negara dan bangsanya sebagai bangsa hebat lewat film,” kata Ramacanaa.
Film pendek produksi Anidkana Films bergenre thriller ini, menceritakan sosok pemuda bernama Raga, seorang eksekutif muda yang hidup bergaya metropolis. Raga ingin menikah dengan Jani, teman akrab semasa kuliah. Raga tidak harmonis dengan keluarganya dan terlibat pergaulan yang salah./*