harianbekasi.com – Sejumlah politisi dan tokoh Betawi dihadirkan dalam diskusi kelompok atau focus group discussion (FGD) di Universitas Islam As-Shafi’iyah, Jl. Raya Jatiwaringin,pondok gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu 6 Juni 2023.
Prof. Dr.H Dailami Firdaus, SH,.LL.M Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta dalam diskusi yang bertajuk Peluang & Tantangan Lembaga Adat Betawi Ditengah Revisi UU 29/2007 menyampaikan setelah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara di sahkan, maka kepentingan Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta harus juga menjadi prioritas.
Dailami menekankan, Revisi UU 29/2007 harus mengusung semangat disentralisasi asimentris untuk memaksimalkan potensi Politik, Sosial, Budaya dan Ekonomi untuk menghadapi berbagai masalah Jakarta kedepan dan menghadapi kearifan lokal.
“Anak Betawi perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya dimana Jakarta akan di jadikan kota global dan jika ingat akan masa lalu Jakarta ini didirikan oleh orang yang mempunyai kharomah jadi anak Betawi tidak perlu pesimis” itu yang di sampaikan oleh H. Marullah Matali, L.C,.M.Ag selaku Ketua Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi untuk memberikan semangat kepada anak muda Betawi yang diharapkan bisa menjadi penerus kelak.
Dihadiri Brigadir Jenderal TNI H. Marwan Suliandi,S.H,. M.H selaku Hakim Militer Anggota Pokkimiltama Mahkamah Agung, putra Betawi Asli Kemanggisan, Rawa belong.
Hadir juga sebagai narasumber Prof. Hj. Yasmin Z Shahab yang berprofesi sebagai Dosen Antropologi Universitas Indonesia, Yasmin berharap supaya anak Betawi tidak hanya memikirkan akan budaya nya saja tetapi perlu juga memikirkan sejarah dimana banyak monumen yang dibangun di Jakarta itu artinya banyak sejarah yang dibuat di tanah Betawi ini.
Diskusi di lanjutkan oleh H. Zainudin M.H,.S.E selaku Ketua SC Kongres MAPKB yang menceritakan bahwa sejak tahun 500 Masehi Betawi ini sudah dikenal dan disebut sebagai negeri Betawi, bahkan pada abad 17 kerajaan Lingga juga menyebut negeri Betawi artinya Betawi sudah dikenal sejak dulu.
Oleh sebab itu perlunya Majelis Adat Betawi dalam sistem pemerintahan berdasar revisi UU 29/2007.
Majelis Adat Betawi dihadirkan sebagai lembaga adat yang memiliki kewenangan konsultasi dan dapat memberikan pertimbangan kepada pemerintah daerah.
Hal ini di lanjutkan oleh Dr.Lusi Andriyani,M.Si selaku Prodi Magister Ilmu Politik UMJ yang mengatakan bahwa “Eksistensi Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi harus di pertegas posisinya dalam revisi UU 29/2007, terutama komposisi secara kelembagaan Betawi harus diperkuat, karena sebetulnya orang Betawi itu memiliki potensi tapi tidak di tunjukkan, akhirnya mereka tidak bisa muncul dipermukaan.Padahal ini dapat menumbuh kembangkan sektor wisata dan ekonomi budaya maupun kuliner Betawi”, pungkasnya. (Bendoro Indri)