harianbekasi.com – Saat ini ancaman terhadap seni dan budaya daerah semakin besar. Terutama dengan merasuknya budaya instan, pragmatisme dan yang mengagungkan kebendaan. Selain itu kaum muda Indonesia kurang mengenal seni musik khas daerah Nusantara.
“Fenomena yang terjadi adalah gandrungnya anak-anak muda Indonesia terhadap musik dari luar negeri. Pada saat bersamaan pementasan musik daerah semakin sedikit. Jika ada kurang dikemas secara menarik,” ujar Harry Koko Santoso, di kantor Deteksi Production, Jl Kerinci VIII No.28 Kebayoran Jakarta Selatan, Jum’at (10/02/2023).
Ditemui humaniora.id, saat rapat Panitia Pelaksana Festival Musik Tradisi dan Orkestra Musik Nusantara, Chief Executive Officer (CEO) Deteksi Production ini mengatakan, pengaruh dari interaksi budaya barat saat ini mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia.
“Generasi luar, budaya luar bukan tidak baik, tapi perkembangan pesat era globalisasi semakin menekan proses akulturasi budaya. Jika tidak diimbangi hal ini dapat mengikis budaya Indonesia yang menjadi identitas bangsa,” ujar impresario musik yang pernah menggelar acara spektakuler ‘Konser 1000 Band’ tahun 2016 ini.
Di acara ‘Festival Musik Tradisi dan Orkestra Musik Nusantara’ yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Komite Seni Budaya Nusantara (DPP-KSBN) ini, Harry Koko Santoso, didapuk sebagai Wakil Ketua I Bidang Pagelaran.
Kurangnya kreatifitas para seniman mengemas seni pertunjukan berbasis tradisi mengakibatkan generasi muda kurang berminat menonton apalagi mendalami seni budaya Indonesia.
Namun Harry Koko Santoso, menyampaikan rasa optimis dan antusias dalam penyelenggaraan festival musik tradisi dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional (HMN) ini kemasannya dibuat menarik.
Pihaknya berupaya menyuguhkan sebuah konser musik dengan kemutakhiran teknologi abad ini. Mengemas nilai-nilai tradisi tidak hanya bersifat tatanan dan tuntunan, melainkan dapat dinikmati sebagai sebuah seni pertunjukan yang menghibur. Dapat menjadi simponi indah yang menyiratkan Bhinneka Tunggal Ika.
“Sebagai orang-orang yang selama ini aktif di seni pertunjukan kita berupaya maksimal. Dengan kemutakhiran teknologi bagaimana acara ini dapat menjadi keriaan; keramaian; tontonan yang mempunyai peringkat komersial tinggi,” ujarnya.
Hal ini, lanjut Harry Koko Santoso, tentu sejalan dengan apa yang diperjuangkan DPP-KSBN dalam rangka mempercepat proses agar alat musik Kolintang asal Indonesia segera diakui sebagai ‘Warisan Budaya tak Benda’ di Badan PBB.
Di puncak peringatan Hari Musik Nasional nanti, melalui Dirjen Kebudayaan Kemdikbud Ristek, DPP KSBN berusaha mengundang UNESCO.
“Go to UNESCO. Bagaimana menampilkan Kota Tua nanti sebagai tempat konser yang bukan saja hebat, tapi menarik. Out of the box yang punya diferensiasi,” ujar Harry Koko Santoso.
Bahkan pihaknya nanti, terang Harry Koko Santoso, berupaya men-challenge orang-orang yang datang agar menjadi bagian dari semangat musik tradisi, dan atau spirit musik Indonesia.
“Kenapa mereka merasa ter-challenge? Karena Kulintang dan Sape adalah musik kebanggaan bangsa Indonesia goes to UNESCO. Kalau UNESCO menghargai, kita sebagai bangsa pemilik kesenian ini juga ikut menghargai,” ungkapnya antusias.
Meski agak terlambat, Harry Koko Santoso mengingatkan pentingnya partisipasi media sebagai garda terdepan merekonstruksi makna dan nilai.
Seni dan budaya daerah didudukkan sebagai ekosistem budaya yang melibatkan berbagai sektor dan elemen masyarakat. Dalam hal ini kekuatan media menurutnya sebagai hal mutlak untuk dimanfaatkan.
“Maaf, mungkin negeri kita sedikit terlambat. Atau bahkan lupa menyikapi. Justru kalau bicara jujur, harusnya media paling depan. Jadi kalau bicara sisi kemasan musik kita kalah bukan karena musiknya, tapi kita kalah karena strategi marketingnya,” ujar promotor musik yang kerap melibatkan ratusan wartawan untuk mempublikasikan konser musik yang digagasnya.
Tantangan dan peluang, kata Harry Koko Santoso, sering ditangkap hanya di satu simpul atau elemen para pelaku seni dan budaya. Sehingga tidak memiliki dampak universal.
“Media harus dimanfaatkan sebagai sarana edukasi seluas-luasnya. Media harus berperan berkesinambungan,” ujar penggiat musik yang sukses menggelar konser “Bakti Untuk Banua” di Kalimantan Selatan, bulan Desember tahun 2022 lalu ini.
Saat ditanya musik Indonesia dalam perspektif ‘Merah Putih’, Harry Koko Santoso mengatakan, tidak ada satu bangsa pun yang tidak memiliki musik. Musik ada di setiap aspek kehidupan.
Di sejumlah negara musik dianggap sebagai pengetahuan wajib. Bukan sekedar hiburan. Semua negara menggunakan musik sebagai suatu cara membangun nasionalisme. Tidak ada satu negara pun yang tidak memiliki lagu kebangsaan.
Hebatnya Indonesia, ujar Harry Koko Santoso, memiliki potensi luar biasa. Musik ada di 38 provinsi, di 416 Kabupaten, 98 Kota, di 7000 lebih Kecamatan. Semua punya musik asli masing-masing dengan karakter yang berbeda-beda.
“Itu luar biasa. Apa mau dibiarkan. Negara lain tidak punya. Kita paling banyak. Bukan hanya pulau terbanyak, gunungnya terbanyak, pantainya terpanjang di dunia, tapi budayanya juga paling beragam,” ujarnya.
Di masa depan potensi tersebut, kata Harry Koko Santoso, akan menjadi intellectual property. Menjadi nadi bagi setiap pelaku industri kreatif dan menjadi bagian dari ekonomi negara.
Kembali menyoal Festival Musik Tradisi dan Orkestra Musik Nusantara, Harry Koko Santoso menjelaskan, acara ini digelar dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional. Acara berlangsung di Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta, Kamis, 9 Maret 2023 mendatang.
Di sekitar lokasi pergelaran di taman Fatahillah Kota Tua Jakarta akan disetting sedemikian rupa dengan menampilkan keunikan dan kekhasan yang mencitrakan keragaman budaya Nusantara.
Panggung diisi dengan berbagai pertunjukan seni budaya, pergelaran orkestra musik, talk show, workshop seni, pameran, serta bazaar bertemakan Nusantara. Secara khusus juga akan ditampilkan permainan gitar Sape dari 5 Provinsi di Kalimantan.
Puncak peringatan Hari Musik Nasional pada malam harinya, akan digelar konser musik tradisi dan orkestra musik Nusantara, mewakili musik asli dari 38 provinsi di Indonesia.
Kegiatan ini diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Komite Seni Budaya Nusantara (DPP-KSBN). Didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan sejumlah lembaga pemerhati seni budaya lainnya.
Acara ini diharapkan mampu menggugah kesadaran masyarakat dan memberi pemahaman tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa melalui seni musik Nusantara./*